Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik. Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik. Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Logika, Hati Nurani, dan Kebudayaannya.

Minggu, 03 Juni 2012

Aluk Todolo, Kepercayaan Kepada Leluhur Masyarakat Toraja

Tak ada aturan tertulis mengenai Aluk Todolo, kepercayaan kepada leluhur warga Dusun Kanan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Kepercayaan mereka diturunkan secara lisan, turun-temurun, dan mengikat kehidupan sehari-hari. Namun, warga mematuhi aturan itu dan rela menjalani hukuman jika ketahuan melanggar Penganut Aluk Todolo wajib menyembah dan memuliakan leluhurnya yang diwujudkan dalam berbagai bentuk dan sikap hidup serta ungkapan ritual.

"Penganut Aluk Todolo relatif terbuka terhadap modernisasi dan dunia luar. Mereka meyakini, aturan yang dibuat leluhurnya akan memberikan rasa aman, mendamaikan, menyejahterakan, serta memberi kemakmuran warga," kata Musni Lampe, pengajar antropologi di Universitas Hasanuddin, Makassar. Walau terbuka bagi agama luar, warga sepakat, yang telah menganut selain Aluk Todolo wajib keluar dari Dusun Kanan. Tentu saja mereka tetap boleh berkunjung ke sana, tapi tak dapat tinggal lama.

Di luar penganut Aluk Todolo, sekalipun bangsawan dan memiliki banyak uang, mereka tidak boleh dikuburkan dengan ritual pa'tomate, upacara penguburan jenazah khas dusun itu. Penganut Aluk Todolo menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Mereka begitu tegas menerapkan aturan leluhur. Berani melanggar berarti bakal menyengsarakan warga dusun, misalnya mendatangkan petaka gagal panen. Semua kesalahan dan kecurangan berhadapan dengan hukum dan hal itu berlaku bagi semua, termasuk keluarga dekat, saudara jauh, atau pendatang.


Penegakan aturan itu begitu ketat dalam pelaksanaan pa'tomate. Selama berlangsungnya pa'tomate Uyung Kariwangan, generasi terakhir parenge (bangsawan) Pana asli Dusun Kanan, warga tidak boleh berhura-hura, seperti berjudi dan bermain kartu. Jika ketahuan, mereka harus membayar denda berupa babi atau uang senilai harga babi. Itu terjadi saat pa'tomate berlangsung baru-baru ini. Empat pria tertangkap tangan bermain kartu dan mereka diwajibkan membayar denda tujuh babi.

Selama jenazah belum dikuburkan, seluruh keluarga, warga dusun, dan pelaku ritual tidak boleh makan nasi beras sebagai tanda ikut berdukacita atas kepergian orang yang dikasihi. Mereka hanya boleh memakan nasi jagung. Mereka baru akan makan nasi beras lagi jika ritual pa'tomate berakhir, sehari seusai upacara penguburan.

Aturan lainnya, selama prosesi pembungkusan jenazah, mereka yang tinggal di rumah almarhum tidak boleh memasak semua jenis sayuran. Jika dilanggar, jenazah akan membusuk dan baunya melekat. Bahkan, selama proses itu berlangsung, tidak ada seorang pun yang boleh meludah di dekat jenazah. Jika melanggar, kekuatan mistik untuk mengawetkan jenazah guna mencegah busuk akan hilang. Mereka yang nekat melanggar akan sakit. Setelah mayat dikuburkan, mereka yang mengikuti proses pemakaman ke liang lahad wajib kembali ke rumah duka sebelum pulang ke rumah masing-masing. Yang melanggar akan mendapat kecelakaan dalam perjalanan. Untuk menghindari pelanggaran, berulang-ulang aturan itu diumumkan hingga sebelum jenazah diberangkatkan ke makam. Jika ada warga yang lupa dengan aturan tersebut, dia harus segera didoakan sesepuh pemimpin prosesi ritual.

Secara geografis, Dusun Kanan berada di ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut. Daerahnya cantik, bergunung, berbukit, dengan lembah nan hijau. Lokasinya 163 kilometer dari Mamuju, ibu kota Sulawesi Barat, 83 kilometer dari Polewali Mandar, atau 328 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan.

 Malam hari, suhu di daerah yang berpenduduk 80 orang itu ini 12-17 derajat celsius. Itu sebabnya penduduk senang membungkus tubuhnya dengan sambu, sarung asal Simbuang. Meski Dusun Kanan menawan, transportasi ke sana sulit. Untuk mencapai kawasan itu pun hanya ada jalan kecil, berkelok, dan licin. Di kanan-kiri jalan jurang menganga. Kompas terpaksa menyewa ojek motor Rp 120.000 untuk jarak 11 kilometer menuju Dusun Kanan. Secara administratif, Dusun Kanan berada di Kecamatan Simbuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Namun, adat istiadatnya lebih banyak mendapat pengaruh kebudayaan Mamasa (dulu Toraja Barat).

Aluk Todolo adalah kepercayaan masyarakat Mamasa sebelum agama samawi masuk ke daerah itu. Aluk berarti 'aturan', todolo berarti 'nenek moyang'. Andai warga Indonesia lainnya mau meniru kepatuhan warga Dusun Kanan, mungkin negeri ini akan menjadi lebih baik. Semua penduduk setara di mata hukum.

Oleh Pinkan Elita Dundu
 
Sumber :  http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3524722564392513992#editor/target=post;postID=2019987908282782197

Selasa, 14 Februari 2012

Aluk Todolo (Toraja) dan Tolotang (Sidrap)


Upacara Rambu Solo salah satu unsur dalam tradisi Aluk Todolo (www.nagkarassik.blogspot.com)
Selama ini sebagian besar atau mungkin semua aliran kepercayaan di Indonesia di kelompokkan kedalam agama Hindu. Padahal aliran kepercayaan ini memiliki ajaran yang berbeda dengan ajaran Hindu yang besar dan berkembang di sekitar Sungai Gangga. Indonesia merupakan tempat yang subur dan berkembang bagi banyak aliran kepercayaan. Sebelum datangnya agama yang kemudian menjadi agama resmi di Indonesia, di setiap pulau bahkan disetiap suku memilik aliran kepercayaan sendiri. Di Sulawesi Selatan, terdapat dua komunitas yang masih teguh mempertahankan kepercayaan leluhur yaitu penganut Aluk Todolo di Toraja dan komunitas Towani Tolotang di Sidrap. Kelompok ini sama-sama menolok disebut sebagai bagian dari agama Hindu, walau mereka tidak bisa melawan keputusan pemerintah yang mengharuskan semua kelompok aliran memilih satu dari lima agama besar di Indonesia.
Awal mula dari dimasukkannya semua kelompok aliran kedalam salah-satu agama resmi yaitu sejak pemerintahan awal orde baru sekitar tahun 1966. Ketika itu setiap penganut kepercayaan yang ingin mengurus KTP, akte kelahiran, surat pernikahan dll diharuskan memilih satu dari lima agama resmi. Menarik untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya tradisi Aluk Todolo di Toraja dan komunitas Towani Tolotang di Sidrap yang sesungguhnya berbeda dengan tradisi Agama Hindu, mereka bagian dari agama leluhur bangsa Indonesia bukan bagian dari agama Hindu seperti yang pemerintah inginkan.
Aluk Todolo antara Hindu dan Konghucu
Aluk Todolo merupakan agama leluhur orang Toraja yang kemudian banyak berasimilasi dengan ajaran Kristen yang dianut sebagian besar orang Toraja. Aluk Todolo tidak mengenal sistem keagamaan seperti dalam Hindu, Aluk Todolo tidak mengenal candi atau pura dan dewa-dewa seperti dalam mitologi Hindu. Ajaran ini tetap lestari dari lisan dan diwariskan secara turun temurun. Saya belum menemukan informasi kalau Aluk Todolo memiliki sebuah kitab suci seperti layaknya agama besar di dunia. Ada yang berpendapat jika ajaran ini banyak mengadopsi ajaran Hinduisme dan Konghucu. Untuk Hinduisme sudah terjawab bahwa ajaran ini tidak mengadopsi ajaran para resi dari Jawa. Belum ada informasi yang menyebutkan Agama Hindu pernah masuk ke tanah Sulawesi.
Lalu dari mana unsur Konghucu masuk kedalam tradisi Aluk Todolo ?? agak susah menjawabnya, mungkin ada kaitan dengan asal muasal orang Toraja yang dalam sejarah migrasi Asia Tenggara dikelompokkan kedalam kelompok Melayu Tua, ada yang menyebut leluhur orang Toraja berasal dari Tiongkok negerinya Konghucu. Namun saya tidak mau berspekulasi dengan menyebut Aluk Todolo tidak dipengaruhi ajaran Konghucu, karena pertama masih belum jelas mana duluan antara migrasi atau ajaran Konghucu ??? kedua saya bukan ahli sejarah atau antropologi. Jadi hubungan Aluk Todolo dengan Konghucu masih kabur, namun yang pasti Aluk Todolo merupakan satu dari puluhan aliran kepercayaan yang tetap eksis di bumi nusantara.
 
Tolotang agama kuno orang Bugis ???
Di Sulawesi Selatan selain Aluk Todolo yang lestari di Toraja, di bagian selatan Toraja atau tepatnya di Kabupaten Sidrap terdapat ajaran tua bernama Towani Tolotang. Tidak mudah menemukan penganut kepercayaan ini, selain karena penganut Tolotang telah berbaur dengan suku Bugis lainnya juga karena penampilan mereka susah dibedakan dengan orang Bugis pada umumnya. Yang menarik adalah Towani Tolotang juga punya hari raya namanya hari raya Massempe, dimana setiap bulan Januari seluruh warga Tolotang baik yang ada di Sidrap maupun di luar Sidrap berkumpul di suatu tempat yang bernama Perinyameng di kecamatan Amparita Kabupaten Sidrap.
Awalnya komunitas ini dimasukkan kedalam aliran kepercayaan. Namun karena kebijakan pemerintah orde baru yang hanya mengakui 5 agama di Indonesia dan supaya urusan administrasi kependudukan dipermudah maka komunitas ini memilih satu dari lima agama resmi, dan pilihannya jatuh ke agama Hindu. Padahal ajaran Tolotang tidak bersumber dari ajaran Hindu, walau kemungkinan antara keduanya ada kemiripan. Agama Towani Tolotang sendiri diperkirakan sudah ada sebelum masuknya Islam di tanah Bugis. Sebelum masuknya Islam di tanah Bugis, di Bugis sendiri memang telah ada kepercayaan kuno yang percaya kepada Tuhan yang maha Esa. Lalu apakah Tolotang merupakan sisa-sisa agama Bugis kuno ?? perlu pengkajian dari antropolog untuk menjawabnya. Jumlah komunitas ini sekarang diperkirakan sebanyak 50.000 orang.
Sumber :http://sosbud.kompasiana.com/